Masalah
parkir di jogja seakan menjadi topik yang tidak pernah habis untuk dibicarakan.
Semakin majunya perkembangan bisnis maka semakin banyak pun tempat parkir. Saat
ini kalau mau parkir pasti ada juru parkirnya (di tempat umum maupun lahan
milik pribadi) seperti “tukang palak”. Hal ini yang terjadi di sebuah toko
jalan Laksda Adi Sujipto sebelah mirota kampus babarsari. Para pemilik toko
memperkerjakan karyawannya untuk menjaga tempat parkir. Menurut Peraturan
Daerah Kota Yogyakarta Nomor 18 Tahun 2009 tempat parkir seperti ini disebut
sebagi Tempat Khusus Parkir yaitu tempat parkir yang dimiliki oleh swasta yang
dikelola oleh orang pribadi atau badan. Dulunya toko tersebut tidak mempunyai
juru parkir, tapi saat setelah beberapa bulan belakangan ini toko tersebut
dijaga oleh juru parkir.
Pengelola
Tempat Khusus Parkir swasta juga wajib untuk menjalankan tanggung jawabnya yang
terdapat pada Pasal 11 a. bertanggung jawab atas segala kegiatan yang berkaitan
dengan penyelenggaraan tempat parkir, termasuk kebersihan, keamanan dan
ketertiban tempat parkir; b. bertanggung jawab atas keamanan kendaraan beserta
perlengkapannya; c. memenuhi kewajiban atas pungutan Negara dan pungutan
Daerah; d. memasang papan tarif parkir dan rambu di tempat parkir; e.
menyediakan pakaian seragam petugas parkir di tempat parkir; f. menjaga
kebersihan, keindahan dan kenyamanan lingkungan parkir serta menyediakan tempat
sampah di lingkungan tempat parkir.
Sementara
dalam Pasal 13 juru parkir juga wajib untuk a. menggunakan pakaian seragam,
tanda pengenal serta perlengkapan lainnya; b. menjaga, keamanan dan ketertiban
tempat parkir, serta bertanggung jawab atas keamanan kendaraan beserta
perlengkapannya; c. menjaga kebersihan, keindahan dan kenyamanan lingkungan
parkir; d. menyerahkan karcis parkir sebagai tanda bukti untuk setiap kali
parkir dan memungut retribusi sesuai dengan ketentuan yang berlaku;e. menata
dengan tertib kendaraan yang diparkir, baik pada waktu datang maupun pergi.
Jika
merujuk pada Peraturan Daerah tersebut maka yang terjadi pada toko tersebut
adalah berbeda. Pengelola toko tidak memasang papan tarif parkir. Dan petugas
parkir juga tidak memberikan karcis sebagai tanda bukti untuk para pembeli.
Jadi orang-orang yang akan berbelanja di toko tersebut dengan sukarela membayar
parkir. Namun tetap saja ketika membayar Rp. 1000 dan menunggu kembaliaannya,
juga tidak akan diberikan.
Toko
tersebut juga dilengkapi dengan ATM. Inilah yang paling disesali, karena
beberapa orang sangat tidak setuju untuk membayar parkir apabila hanya untuk
mengambil uang di ATM. Ryan salah satunya, ia lebih memilih untuk memarkir
motornya dipinggir jalan ketimbang harus membayar parkir. Menurutnya toko
tersebut tidak perlu ada juru parkir karena mereka (para pembeli) masih bisa
untuk menjaga motornya tanpa harus di jaga.
Usaha
parkir seperti ini semakin menjadi pekerjaan mudah. Mulai dari anak-anak sampai
dengan orang tua pun belomba-lomba untuk menjadi juru parkir. Namun hal ini
sangat tidak masuk akal apalagi ketika hanya untuk mengambil uang di ATM, dalam beberapa detik
saja mereka harus memabayar uang seribuan bagi juru parkir.
Adanya
juru parkir di setiap tempat, tentunya dengan tujuan untuk menjaga kendaraan
baik motor maupun mobil dari segala tindak kejahatan yang marak terjadi. Namun,
entah mengapa, tahun-tahun ini juru parkir begitu menjamur dimana-mana. Salah
satu penyebab kemungkinannya adalah karena kurangnya lahan pekerjaan bagi
orang-orang dengan tingkat ekonomi dan pendidikan yang rendah.
Tempat
parkir yang tidak menunjukkan karcis saat ini lebih banyak dari yang yang
menunjukkan karcis. Para juru parkir pun kerap melakukan pemaksaan apabila yang
dibayarkan kepada mereka tidak sesuai, padahal pada kenyataannya tidak ada
patokan untuk membayar. Tapi sebagian orang tetap memegang prinsip bahwa “no karcis no money”. Jadi jika juru
parkir tidak memberi karcis, maka mereka juga tidak akan membayar.
Berbeda
yang terjadi di daerah sekitar selokan mataram, tepatnya pada jejeran kios yang
menjual jersey sepak bola tiruan. Seharusnya mereka menyediakan lahan buat
parkir kendaraan yang ingini mengunjungi kios tersebut. Dan berdasarakan
Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 16 Tahun 2011 BAB IV tentaang Penetapan
Sudut Parkir Pasal 5 bahwa (1) Sudut
parkir kendaraan pada ruas-ruas jalan di Kota Yogyakarta diatur sesuai dengan pengaturan
manajemen lalu lintas pada ruas jalan setempat. (2) Penentuan sudut parkir
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan marka jalan. Tapi pada
kenyataannya sudut jalan selokan mataram yang ditetapkan marka jalan malah
menjadi tempat buat parkir. Sehingga membuat jalan semakin sempit, dan alhasil
harus berdesak-desakkan dengan motor lain karena macet.
Hal
serupa juga terjadi di jalan gejayan mendekati lampu merah. Jejeran kios yang
menjual barang-barang elektronik juga menyalahi aturan. Tempat parkir juga
memberi dampak kemacetan yang parah terutama pada hari sabtu dan minggu.
Seorang pembeli di kios tersbut mengeluhkan ketika harus mengeluarkan motornya
harus menunggu lampu hijau agar kendaraan yang lain tidak menghalanginya.
Parkir TJU seperti ini memang sudah banyak yang mengeluhkan. Sebab jalan-jalan
yang seharusnya tidak boleh jadi tempat parkir, malah digunakan untuk tempat
parkir.
Sementara
jika pusat perbelanaan galeria mall terdapat hal aneh yang terjadi beberapa
bulan ini. Tempat parkir di mall tersebut tersedia khusus karcis parkir buat
penitipan helm. Jadi ketika sebuah kendaraan motor berparkir disana, maka orang
terbut harus membayar 1000 buat parkir motor dan 500 buat penitipan helm.
Padahal jelas-jelas di dalam Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 18 Tahun
2009 tentang penyelenggara parkir di tepi jalan umum pasal 5 huruf b
menjelaskan bahwa juru parkir wajib untuk menjaga keamanan dan ketertiban
tempat parkir, serta bertanggung jawab atas keamanan kendaraan beserta
perlengkapannya. Kelengkapan yang dimaksudkan tidak lain dan tidak bukan adalah
helm itu sendiri.
Tentu
saja juru parkir di galleria mall juga melanggar peraturan daerah ini. Seorang
pengunjung megeluhkan perlakuan ini, menurutnya jika helm diletakkan diatas
motor harus dibayar, berarti orang yang naik motor tidak perlu manggunakan helm
lagi untuk mengunjugi galleria mall. Padahal seharusnya juru parkir sudah wajib
untuk menjaga itu. Tapi lagi-lagi semua berurusan dengan para penguasa lahan
parkir. Mereka yang merasa menguasai dan memiliki kewenangan atas lahan
tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar